PPN adalah salah satu pajak, yang sering bersinggungan dengan keseharian kita. Terutama jika terbiasa berbelanja ke mall, restoran, dan sejenisnya.
Mungkin untuk pemakai dan pengguna barang, tahap akhir, PPN tidak begitu menarik perhatian. Namun bagi pengusaha penyedia barang dan jasa, pengetahuan tentang PPN sangat diperlukan.
Ada banyak pengetahuan tentang PPN, dan kedepannya tentu terus mengalami perubahan dan perkembangan. Hal tersebut tidak terlepas dari sifat pajak, yang terus menyesuaikan dengan kondisi jaman.
Salah satu yang perlu untuk diketahui oleh para penyedia barang dan jasa, adalah fasilitas PPN. Berdasarkan kajian beragam peraturan perundangan perpajakan, terdapat tiga fasilitas PPN, yang dapat dipergunakan.
PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan
Pertama adalah PPN tidak dipungut dan dibebaskan, yang diatur dalam Pasal 16B UU PPN. Fasilitas ini, tentu saja berpengaruh terhadap pajak keluaran (PK) dan pajak masukan (PM).
Perlakuan PK
Pengaruh terhadap PK, untuk fasilitas PPN tidak dipungut dan dibebaskan adalah, keduanya tidak dilakukan pemungutan.
Namun untuk PPN tidak dipungut, PK tetap terutang. Sedangkan pada PPN dibebaskan, PK tidak terutang atau dengan kata lain PK dianggap tidak ada.
Perlakuan PM
Untuk pengaruh terhadap PM adalah pada pengkreditan terhadap BKP dan/atau JKP yang mendapatkan fasilitas (tidak dipungut atau dibebaskan).
Pada PPN tidak dipungut, PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas ini tetap bisa dikreditkan. Sehingga, PPN tetap terutang, tetapi tidak dipungut.
Sedangkan untuk PPN dibebaskan, tidak terdapat PK. Oleh sebab itu, PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP yang memperoleh pembebasan, tidak dapat dikreditkan.
Fasilitas PPN DTP
Kedua adalah PPN DTP (ditanggung pemerintah). Mengenai fasilitas ini disebutkan dalam pasal 16B UU PPN. Sedangkan untuk pengenaan dan perlakuannya, sesuai dengan UU APBN.
Secara pengertian, fasilitas ini adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah. Untuk pagu pembayarannya ditetapkan APBN, terkecuali ditentukan lain dalam UU APBN.
Meski jelas diatur dalam UU PPN dan APBN, ternyata untuk perlakuan PM beragam. Ada peraturan yang mengkreditkan PPN DTP, ada yang tidak mengkreditkannya, dan ada pula yang tidak mengaturnya.
Ketidakseragaman tersebut, dikarenakan belum adanya satu peraturan jelas dan tegas mengatur PPN DTP. Semua masih ikut pada peraturan UU APBN.
PPN dengan Tarif 0%
Fasilitas ketiga ini, merujuk pada prinsip PPN yang dianut Indonesia, yaitu destinasi. Maksudnya adalah PPN dikenakan terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi dalam negeri.
Dengan menggunakan prinsip ini maka tarif PPN 0% diterapkan terhadap barang ekspor, tanpa memperhatikan sifat dan jenis dari barang yang diekspor serta ekspor jasa yang dimanfaatkan di luar daerah pabean dari suatu negara.
Ingat bahwa PPN tarif 0%, bukan berarti tidak dikenakan PPN. Sehingga PM yang telah dibayar tersebut, tidak dapat dikreditkan.