Krisis ekonomi, dua frasa yang tentu setiap negara ingin menghindarinya. Namun tak ayal sulit untuk dilakukan, sebab krisis terus berulang dan berulah. Hingga kemudian ada yang menyebutkan bahwa ekonomi kapitalis memang rapuh.
Ekonomi kapitalis memiliki inti perekonomian adalah bunga. Mereka berargumen bahwa suku bunga, dapat dipergunakan untuk mengatur perekonomian. Oleh sebab itu, kemudian ada bank sentral yang menetapkan besaran bunga. Saat ini the FED (Bank Sentral Amerika Serikat) jadi acuan bunga seluruh dunia.
Benarkah suku bunga dapat dijadikan alat regulator dan stabilisator perekonomian?
Ada satu fakta yang menarik mengenai bunga, sebelum menjawab pertanyaan di atas. Suku bunga memberikan kepastian, pada hal tidak pasti. Sehingga orang-orang lebih menyukainya. Tetapi tentu saja tidak ada yang benar-benar bisa dipastikan dalam perekonomian. Semuanya tentang prediksi. Sehingga suku bunga, kemudian meningkatkan spekulasi.
Alih-alih menjadi stabilisator, suku bunga menjadi alat spekulasi yang luar biasa.
Faktanya saat ini makin banyak lembaga keuangan berdiri. Ada yang berdalih meminjamkan uang, investasi, asuransi, dan banyak ragam lainnya. Tetapi semua menggunakan satu instrumen, permainan suku bunga.
Dampaknya segera saja sektor moneter kebanjiran modal yang luar biasa. Perputaran uang menjadi lebih besar dari hari ke hari, namun hanya angkanya saja, tidak ada isinya. Bagaimana bisa demikian?
Kecepatan perputaran sektor moneter, seharusnya diimbangi dengan sektor riil, yang merupakan isi perekonomian. Sektor riil adalah sektor yang menghasilkan barang dan jasa nyata. Inilah yang digambarkan dalam kurva keseimbangan Keyness, bahwa IS = LM. IS adalah Investment yang menggambarkan pasar barang dan jasa. Sedangkan LM adalah Money Supply yang menggambarkan pasar uang. Keduanya harus mencapai keseimbangan.
Jika IS dan LM tidak seimbang, maka menurut Keynesian, suku bunga bisa dipergunakan untuk menstabilkannya. Seharusnya memang bisa, namun karena motif spekulasi lebih besar, yang terjadi kemudian berbeda.
Seperti yang telah disebutkan, pasar moneter terus membesar, tanpa diikuti perkembangan pasar riil. Dampaknya akan terjadi yang disebut bubble ekonomi, atau gelembung ekonomi. Di sinilah timbul resiko pecahnya gelembung yang sudah terlalu besar. Dan sebagaimana telah berulang kali terjadi, gelembung ekonomi pecah dan mengakibatkan terjadinya krisis. Berulang kali sejak krisis besar atau yang dikenal sebagai Great Depression, penyebab paling utama adalah bubble ekonomi, dan permainan bunga yang paling parah adalah subprime mortgage di Amerika Serikat yang menjadi biang keladi krisis tahun 2008.
Bagaimana ekonomi islam, menawarkan solusi untuk krisis berulang, dan membosankan tersebut?
Dalam ekonomi islam, dikenal istilah bunga namun itu diharamkan, karena termasuk riba.
Namun ada bagi hasil. Artinya sistem investasi atau pemberian modal, imbal baliknya diberikan dengan sistem bagi hasil. Tentu saja tidak ada kepastian dimuka, seperti bunga. Semuanya mengikuti keadaan sebenarnya. Jika hasil bisnis bagus, maka bagi hasil akan tinggi. Namun apabila sebaliknya, maka juga akan terjadi penurunan.
Sehingga sistem bagi hasil berbeda dengan sistem bunga. Para pemilik modal yang hendak berinvestasi tidak lagi berspekulasi dengan bunga, namun benar-benar mempertimbangkannya karena akan menghasilkan barang dan jasa. Dengan demikian investor akan bertanggung jawab pula untuk ikut mendorong sektor riil.
Adanya sistem bagi hasil akan menciptakan keseimbangan antara sektor moneter dan riil. Dengan demikian, bubble ekonomi bisa dikendalikan, atau bahkan tidak terjadi. Makin kecil kemungkinan terjadi gelembung ekonomi, maka krisis ekonomi tentu akan jarang pula terjadi.
Wallahu a’lam bis shawab
Diolah dari berbagai referensi